Minggu, 01 Desember 2019

17. ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT



Dasar Hukum : UU No.5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Definisi
Monopoli :
Bentuk penguasaan  atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau sekelompok pelaku usaha
Bentuk kegiatan usaha monopoli akan menyebabkan terjadinya praktik monopoli sehingga bentuk kegiatan tersebut merupakan persaingan usaha tidak sehat
Praktik Monopoli :
Pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu/lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum
Persaingan usaha tidak sehat :
Persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur/melawan hukum/menghambat persaingan usaha

Asas Kegiatan Usaha
UU No.5 Tahun 1999 : Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat bertujuan :
  • Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat
  • Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
  • Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat oleh pelaku usaha
  • Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha


KEGIATAN USAHA YANG DILARANG

Monopoli
Pengaturan Hukum : Pasal 17 UU No.5 Tahun 1999
Monopoli adalah :
Penguasaan pangsa pasar untuk menjual suatu produk tertentu (dagang/jasa) minimal sepertiga dikuasai oleh 1 orang atau 1 kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan

Monopsoni
Pengaturan Hukum : Pasal 18 UU No.5 Tahun 1999
Monopsoni adalah :
Keadaan pasar yang tidak seimbang dikuasai oleh 1 orang atau 1 kelompok pembeli Untuk membeli produk tertentu (dagang/jasa) Sehingga dalam pangsa pasar besar hanya ada pembeli tunggal

Penguasaan Pasar
Pengaturan Hukum : Pasal 19 UU No.5 Tahun 1999
Penguasaan pasar adalah :
Perbuatan menguasai pasar yang dilakukan oleh pelaku usaha sendiri maupun secara bersama-sama yang mengakibatkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
Antara lain berupa :
  • Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan yang sama pada pasar yang bersangkutan
  • Menghalangi konsumen/pelanggan pelaku usaha tertentu untuk melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya
  • Membatasi peredaran dan atau penjualan barang/jasa pada pasar bersangkutan
  • Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu


Jual Rugi
Pengaturan Hukum : Pasal 20 UU No.5 Tahun 1999

Jual rugi adalah :
Bentuk penjualan/pemasokan barang dan atau jasa dengan cara menjual rugi berupa menetapkan harga yang sangat rendah dengan tujuan mematikan usaha pesaingnya (pelaku usaha lain)

Kecurangan Penetapan Biaya Produksi
Pengaturan Hukum : Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999

Kecurangan penetapan biaya produksi adalah:
Kecurangan dalam menjual dan atau memasarkan produk tertentu berupa menetapkan biaya produksi yang sangat rendah/tidak sesuai dengan biaya sesungguhnya untuk mematikan usaha pesaingnya (pelaku usaha lain)

Persekongkolan
Pengaturan Hukum : Pasal 22-Pasal 24 UU No.5 Tahun 1999

Persekongkolan adalah :
Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol
Bentuk persekongkolan tersebut berupa :
  • Persekongkolan tender
  • Persekongkolan membocorkan rahasia dagang
  • Persekongkolan untuk menghambat perdagangan


Posisi Dominan
Pengaturan Hukum : Pasal 25 UU No.5 Tahun 1999

Posisi dominan adalah :
Suatu kondisi/keadaan dimana pelaku usaha tidak memiliki pesaing yang berarti di dalam pangsa pasar yang dikuasainya atau pelaku usaha memiliki posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar yang bersangkutan

Jabatan Rangkap
Pengaturan Hukum : Pasal 26 UU No.5 Tahun 1999

Jabatan rangkap adalah :
Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi/komisaris perusahaan tertentu, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi/komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahan tersebut :
  • Berada dalam pasar yang sama
  • Memiliki keterkaitan erat dalam bidang dan atau jenis usaha yang sama
  • Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang/jasa


Kepemilikan Saham
Pengaturan Hukum : Pasal 27 UU No.5 Tahun 1999

kepemilikan saham yang dilarang adalah :
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar yang sama

Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
Pengaturan Hukum : Pasal 28 UU No.5 Tahun 1999

Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dilarang dalam hal:
Pelaku usaha melakukan penggabungan,peleburan dan pengambilalihan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

PERJANJIAN YANG DILARANG

Oligopoli
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain secara bersama-sama dalam melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang/jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dengan demikian, oligopoli adalah monopoli oleh beberapa pelaku usaha

Penetapan Harga
Perjanjian penetapan harga yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999, meliputi :
  • Penetapan harga
  • Diskriminasi harga
  • Perjanjian/penetapan harga dibawah harga pasar (jual rugi)
  • Pengaturan harga jual kembali


Pembagian Wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran/alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa

Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri

Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa

Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan anggota yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang/jasa

Oligopsoni
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk bersama-sama menguasai pembelian/menerima pasokan/hanya terdapat pembeli tunggal agar dapat mengendalikan harga atas barang/jasa dalam suatu pasar komoditas

Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang/jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan/proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung

Perjanjian Tertutup
Pelaku usah dilarang:
  • Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok/tidak memasok kembali barang/jasa tersebut kepada pihak/tempat tertentu
  • Membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang/jasa tertentu harus bersedia membeli barang/jasa lain dari pelaku usaha pemasok
  • Membuat perjanjian mengenai harga/potongan harga tertentu atas barang/jasa yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang/jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain :
  • Harus bersedia membeli barang/jasa dari pelaku usaha pemasok
  • Tidak akan membeli barang/jasa yang sama/sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok


Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)
Pasal 1 angka 18 UU No.5 Tahun 1999
KPPU adalah
Komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoi dan atau persaingan usaha tidak sehat

Tugas KPPU
Diatur dalam Pasal 35 UU No.5  Tahun 1999, antara lain :
  • Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
  • Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha/tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
  • Melakukan penilaian terhadap ada tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha
  • Mengambilalih tindakan sesuai wewenang KPPU
  • Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pmerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
  • Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No.5 Tahun 1999
  • Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden dan DPR


Wewenang KPPU
KPPU dalam menjalankan tugas-tugasnya dapat melakukan wewenang yang diatur dalam Pasal 36 UU No.5 Tahun 1999, antara lain :
  • Menerima laporan dari masyarakat dan atau pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
  • Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
  • Melakukan penyelidikan/pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan olah masyarakat/pelaku usaha/ditemukan sendiri oleh hasil penelitian KPPU
  • Menyimpulkan hasil penyelidikan/pemeriksaan tentang ada atau tidaknya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat


Sumber :
Yudhitiya Dyah Sukmadewi SH., MH.,
Materi Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang

Sabtu, 10 Desember 2016

16. CSR

Pengertian
Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung jawab Sosial Perusahaan adalah suatu konsep bahwa perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Tujuan pelaksanaan CSR :
  • Mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
  • Guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan
  • Yang bermanfaat bagi komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya, dan PT yang bersangkutan pada khususnya
  • Dalam rangka terjalin hubungan PT yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat
Dasar Hukum
UU No.40 Tahun 2007 Tentang PT (Pasal 74)
  • PT yang menjalankan kegiatan usaha yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam (SDA) wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
  • Biaya pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan PT dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya PT
  • PT yang tidak melaksanakan ketentuan tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat dikenai sanksi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
PP (Peraturan Pemerintah) No. 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial&Lingkungan PT
  • Tanggung jawab sosial dan lingkungan PT dalam menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam
  • Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dilakukan di dalam maupun diluar PT
  • Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan berdasarkan rencana kerja tahunan yang memuat rencana anggaran dan rencana kegiatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
  • Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan disusun dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran
  • Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan wajib dimuat dalam laporan tahunan PT untuk dipertanggungjawabkan kepada RUPS
  • Penegasan pengaturan pengenaan sanksi PT yang tidak melaksanakan CSR
  • PT yang telah berperan dan melaksanakan CSR dapat diberikan penghargaan oleh instansi yang berwenang
Contoh
CSR yang dilakukan oleh PT.Pertamina (Persero)
Pertamina melaksanakan CSR di berbagai bidang,berupa :
1. Pertamina dan pendidikan
  • Fasilitasi olimpiade pendidikan/ kompetisi ilmiah
  • Fasilitasi beasiswa pendidikan
  • Fasilitasi edukasi dan pengenalan bisnis migas
  • Kerjasama pertamina dengan Perguruan Tinggi di Indonesia (Pertamina Goes To Campus)
  • Fasilitasi pertamina perduli pendidikan (misal pembangunan sarana prasarana maupun peningkatan SDM)

2. Pertamina dan masyarakat
Pertamina melakukan fasilitasi pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan infrastruktur (pembangunan sarana umum) dan program pertamina perduli bencana

3. Pertamina dan kesehatan
  • Fasilitasi operasi anak penderita cacat wajah dan bibir sumbing
  • Fasilitasi pertamina sehati (Ibu dan Anak)
  • Fasilitasi Bright with pertmina (kesehatan mata)
  • Fasilitasi Clinio Gigi Sehat
  • Fasilitasi inkubator
  • Fasilitasi operasi jantung anak
  • Fasilitasi ambulan pertamina

4. Pertamina dan lingkungan
  • Fasilitasi terhadap partisipasi keperdulian lingkungan hidup dan pelestarian alam, berupa :
  • Green Planet
  • Costal Clean Up
  • Green adn Clean
  • Green Festival
  • Biopori
  • Uji emisi dan gas buang
  • Pertamina green act
  • Kerajinan enceng gondok
  • Rehabilitasi hutan mangrove
Sumber : Yudhitiya Dyah Sukmadewi, SH,MH., (Materi Kuliah AHDB)




15. PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

Pengertian Sengketa Bisnis :
Sengketa atau perselisihan yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan

Bentuk sengketa bisnis antara lain :
  • sengketa perbankan
  • sengketa pasar modal
  • sengketa HKI
  • sengketa  konsumen
  • sengketa kontrak/perjanjian
  • sengketa perburuhan/ketenagakerjaan
  • sengketa kepailitan

Cara Penyelesaian sengketa bisnis :
Litigasi : Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan            
Non Litigasi : Penyelesaian sengketa  di luar pengadilan

Lembaga penyelesaian sengketa bisnis :

Litigasi :
     1.  Pengadilan Umum
Dasar Hukum : UU No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
Definisi :
Pengadilan Umum merupakan pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili,memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata

Tingkatan Pengadilan Umum :
  • Tingkat pertama (Pengadilan Negeri)
  • Tingkat banding (Pengadilan Tinggi)
  • Tingkat kasasi (Mahkamah Agung)
  • Upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (Mahkamah Agung)

2. Peangadilan Niaga
Definisi :
Pengadilan Niaga merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang berwenang memeriksa dan memutus perkara : Kepailitan dan PKPU, dan HKI

Tingkatan Pengadilan Niaga :
  • Pengadilan Niaga tingkat pertama
  • Mahkamah Agung tingkat kasasi
  • Upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung

      Non Litigasi
      1. Arbitrase
Dasar Hukum : UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Definisi :
Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa

Jenis Arbitrase :
a. Arbitrase Ad Hoc/Khusus
Arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk memutus perselisihan tertentu, sehingga setelah sengketa diputus maka keberadaan arbitrase Ad Hoc berakhir
b. Arbitrase Institusional
merupakan badan Arbitrase yang bersifat permanen untuk menyelesaikan sengketa diluar peradilan. Lembaga Arbitrase Institusional di Indonesia antara lain :
  • BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)
  • Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional)

2. ADR   (Alternative Dispute Resolution)
Dasar Hukum : UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Definisi :
ADR merupakan penyelesaian sengketa di luar peradilan melalui mekanisme negosiasi (perundingan); mediasi; konsiliasi.

a. Negoisasi  
Cara penyelesaian sengketa secara damai antara kedua belah pihak yang berperkara dengan cara berunding guna mencapai kesepakatan bersama

b. Mediasi
  • Mediasi adalah salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa dengan cara melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian sengketa.
  • Pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa disebut mediator.
  • Mediator merupakan fasilitator yang harus bersifat netral dan tidak memihak

c. Konsiliasi
  • Penyelesaian sengketa dengan mengikutsertakan pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan sengketa.
  • Pihak ketiga disebut konsiliator
  • Konsiliator berperan aktif dan wajib memberikan pendapat/saran kepada kedua belah pihak yang bersengketa agar tercapai kesepakatan.

Sumber : Yudhitiya Dyah Sukmadewi, SH,MH., (Materi Kuliah AHDB)



Senin, 29 Juni 2015

14. PERLINDUNGAN KONSUMEN


PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dasar Hukum
UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Definisi
Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada Konsumen

Subjek Perlindungan Konsumen
Konsumen
setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun untuk makhluk hidup lain dan untuk tidak diperdagangkan
Contoh :
Tiap manusia yang membutuhkan barang dan jasa untukmemenuhi kebutuhan sehari-hari

Pelaku usaha
Setiap orang perseorangan/badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di NKRI baik secara sendiri maupun bersama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi
Contoh :
Pedagang; Swalayan; Toko Kelontong; Agen/Grosir; Distributor; Koperasi; Investor; perusahaan swasta dan BUMN

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah, yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen
Contoh :
Lembaga Pembelaan&Perlindungan Konsumen di Semarang; Lembaga Peduli Konsumen Masyarakat di Jakarta; Lembaga Konsumen Siaga di Jogjakarta, Yayasan Bina Konsumen Indonesia di Bandung, dsb          

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antar pelaku usaha dan konsumen
Contoh :
Terdapat dalam tiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang menenagani sengketa konsumen diluar peradilan, misal
BPSK Kota Semarang
BPSK Kota Surakarta
BPSK Kabupaten Boyolali
Dsb

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen
Contoh :
Periode III Masa jabatan 2013-2016 BPKN beranggotakan 23 orang yang terdiri dari unsur pemerintah, pelaku usaha, LPKSM, Akademisi, Tenaga Ahli dan dibentuk berdasarkan Keppres RI No.80/P Tahun 2013

Tujuan Perlindungan Konsumen
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen (menghindarkan dari akses negatif pemakaian barang/jasa)
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,menentukan dan menuntut haknya sebagai konsumen
  4. Menetapkan sistem perlindungan konsumen (kepastian hukum; keterbukaan informasi dan akses memperoleh informasi)
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha pentingnya perlindungan konsumen (sika jujur&tanggung jawab dalam berusaha)
  6. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang.jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keslamatan konsumen

Asas Perlindungan Konsumen

1. Asas Manfaat
Segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan

2. Asas Keadilan
Memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil

3. Asas keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual

4. Asas Keamanan&Keselamatan Konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi/digunakan

5. Asas Kepastian Hukum
Antara Pelaku usaha dan konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamain kepastian hukum

Hak&Kewajiban Konsumen
1. Hak Konsumen
Diatur dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, yaitu :
  • Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang jasa
  • Hak untuk memilih barang.jasa serta mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
  • Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa
  • Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan
  • Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindunngan konsumen secara patut
  • Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
  • Hak untuk diperlakukan adil/dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan status sosialnya
  • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian apabila barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
  • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

2. Kewajiban Konsumen
Diatur dalam pasal 5 UU Perlindungan Konsumen, yaitu :
  • Membaca, mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian/pemanfaatan barang/jasa demi keamanan dan keselamatan
  • Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang jasa
  • Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
  • Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

Hak&Kewajiban Pelaku Usaha
1. Hak Pelaku Usaha           
Diatur dalam Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen, meliputi :
  • Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang/jasa yang diperdagangkan
  • Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
  • Hak untuk melakukan pembelaan diri di dalam penyelesaian sengketa konsumen
  • Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang/jasa yang diperdagangkan
  • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

2. Kewajiban Pelaku Usaha
Diatur dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen, yaitu :
  • Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
  • Melakukan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan dan pemeliharaan
  • Memperlakukan/melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usah dilarang membedakan konsumen dalam memberikan pelayanan dan dilarang membedakan mutu pelayanan kepada konsumen
  • Menjamin mutu barang/jasa yang diproduksi/diperdangankan berdasarkan ketentuan standar mutu barang/jasa yang berlaku
  • Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji/mencoba barang/jasa tertentu serta memberi jaminan/garansi atas barang yang dibuat/diperdagangkan
  • Memberi kompensasi, ganti rugi/penggantian atas kerugian akibat penggunaan,pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa yang diperdagangkan
  • Memberi kompensasi ganti rugi/penggantian barang/jasa yang dterima/dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian

Larangan Perbuatan Bagi Pelaku Usaha
Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dilarang :
1. Larangan memproduksi/memperdagangkan barang/jasa, misalnya barang/jasa tersebut :
  • Tidak memenuhi/tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang
  • Tidak sesuai dengan ukuran,takaran,timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
  • Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan/kemajuran dalam label, etiket/keterangan produk/jasa
  • Dsb

2. Larangan dalam menawarkan/mempromosikan/mengiklankan barang/jasa secara tidak benar/menyesatkan atau seolah-olah :
  • Barang tersebut dalam keadaan baik/baru
  • Barang tersebut tidak terkandung cacat tersembunyi
  • Secara langsung/tidak langsung merendahkan barang/jasa lain
  • Dsb

3. Larangan dalam penjualan secara obral/lelang dengan maksud mengelabuhi/menyesatkan konsumen, misal berupa :
  • Menyatakan barang/jasa seolah-olah telah memenuhi standar mutu
  • Menaikkan harga/tarif barang/jasa sebelum melakukan obral
  • Menyatakan barang/jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi
  • Dsb

4. Pelaku Usaha dilarang memproduksi iklan (Larangan Periklanan)
Larangan periklanan misal dalam bentuk :
  • Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas bahan, kegunaan dan harga barang/jasa serta ketepatan waktu pengiriman barang/jasa
  • Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang/jasa
  • Tidak memuat mengenai risiko pemakaian barang/jasa
  • Dsb

Pada Kenyataannya di lapangan, Pelaku Usaha masih banyak yang tidak “mengindahkan” larangan perbuatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Salah satunya karena mekanisme pengawasannya yang masih kurang memadai

Klausula Baku Perjanjian
Dalam Kegiatan usaha/bisnis pelaku usaha tidak terlepas dari Perjanjian yang berkaitan dengan barang/jasa
Klausula baku:
Setiap aturan dan ketentuan serta syarat yang ditetapkan lebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dinyatakan dalam perjanjian

Berdasarkan Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen,   pelaku usaha dalam menawarkan barang/jasa (perdagangan) dilarang membuat/mencantunkan klausula baku pada setiap dokumen /perjanjian,mengenai :
  1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha
  2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerhan kembali barang yang dibeli konsumen
  3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang.jasa yang dibeli konsumen
  4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung/tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran
  5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang/pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen
  6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa/ mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa
  7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan/pengubah lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelau usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya
  8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran
  9. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak/bentuknya sulit terlihat/tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti

Apabila pelaku usaha mencantumkan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang dalam dokumen/perjanjian maka perjanjian Batal Demi Hukum

Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Kapan Tanggung Gugat Produk ?
  • Konsumen mengalami kerugian sebagai akibat produk (barang/jasa) yang cacat
  • Pelaku usaha kurang cermat dalam produksi
  • Barang/jasa tidak sesuai yang diperjanjikan
  • Kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha

Dasar Hukum
Pasal 19-Pasal 28 UU Perlindungan Konsumen
Tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan/diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan,pencemaran dan kerugian konsumen

Bentuk kerugian konsumen dengan ganti rugi
  • Berupa pengembalian uang
  • Penggantian barang/jasa yang sejenis/setara nilainya
  • Perawatan kesehatan
  • Pemberian santunan sesuai peraturan perundang-undangan

Pasal 20 dan Pasal 21
Tanggung jawab pelaku usaha tidak hanya berlaku untuk kerugian barang konsumsi yang diperdagangkan, tapi juga bertanggung  jawab terhadap iklan-iklan barang/jasa termasuk barang import yang diiklankan
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian
Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak/tidak memberi tanggapan dan tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/ mengajukan ke pengadilan
Pasal 27
Hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :
  • Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan/tidak dimaksud untu diedarkan
  • Cacat barang timbul dikemudian hari
  • Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan kualifikasi barang
  • Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
  • Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli/lewat jangka waktu yang diperjanjikan

Sanksi Perlindungan Konsumen
Sanksi Administratif
Diatur dalam Pasal 60 UU Perlindungan Konsumen. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi

Sanksi Pidana
Diataur dalam Pasal 61-Pasal 63 UU Perlindungan Konsumen. Sanksi pidana berupa Pidana pokok dan Pidana tambahan

Pidana Tambahan, meliputi :
  • perampasan barang tertentu;
  • pengumuman keputusan hakim;
  • pembayaran ganti rugi;
  • perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan kerugian;
  • kewajiban penarikan barang dariperedaran/pencabutan izin usaha)


Sumber :
Yudhitiya Dyah Sukmadewi SH., MH., MK Aspek Hukum Dalam Bisnis

Rabu, 17 Juni 2015

13. RAHASIA DAGANG, DESAIN INDUSTRI dan DTLST


A. RAHASIA DAGANG (Trade Secret)

Dasar Hukum : UU No.30 Tahun 2000
Definisi (Pasal 1 ayat (1))
Informasi yang tidak diketahui umum di bidang teknologi/bisnis yang mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang

Lingkup Rahasia Dagang
  • Metode produksi
  • Metode pengolahan
  • Metode penjualan
  • Informasi lain di bidang teknologi/bisnis yang bernilai ekonomi dan tidak diketahui masyarakat umum

Rahasia Dagang memperoleh perlindungan Hukum, dalam hal :
  • Informasi bersifat rahasia
  • Memiliki nilai ekonomis
  • Dijaga kerahasiaannya

Informasi bernilai ekonomi, apabila :
  • Sifat kerahasian informasi hanya diketahui oleh pihak tertentu/tidak diketahui masyarakat
  • Sifat kerahasian informasi dapat digunakan :
  • Menjalankan kegiatan usaha/usaha yang bersifat komersial
  • Dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi

Informasi dijaga kerahasiannya, apabila : Pemilik/pihak yang menguasai melakukan langkah-langkah/usaha yang layak dan patut

Perlindungan Hukum Rahasia Dagang :
  1. Informasi Teknologi, meliputi informasi tentang :
  2. Penelitian dan pengembangan teknologi
  3. Teknologi produk/proses
  4. Informasi kontrol mutu

Informasi Bisnis, meliputi informasi tentang :
  1. Berkaitan dengan penjualan dan pemasaran produk
  2. Informasi laporan keuangan

Contoh Rahasia Dagang
Resep Ayam Mcd, Resep Coca Cola, Resep PizzaHut, Resep Melilea Organic dsb

B. DESAIN INDUSTRI (Industrial Design)

Dasar Hukum : UU No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
Desain Industri :
  1. Kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis/warna, atau garis dan warna atau gabungannya
  2. Berbentuk 3 dimensi atau 2 dimensi
  3. Memberi kesan estetis
  4. Dapat diwujudkan dalam pola 3dimensi/2dimensi
  5. Dapat dipakai untuk menghasilkan produk barang, komoditas industri, kerajinan tangan



Contoh Desain Industri :
Desain fitur handphone, Desain motif karpet, Desain motif kain, Desain motif/payet kebaya, Desain gedung/bangunan, Desain Cover Laptop, Desain Mebel, Desain lampu pada mobil dsb

C. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu/DTLST
(Layout Design of Integrated Circuit)

Dasar Hukum : UU No.32 Tahun 2000
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :
Kreasi berupa rancangan peletakan 3 dimensi, minimal 1 dari elemen tersebut adalah elemen aktif serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakkan 3 dimensi dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu

Contoh DTLST
  • Desain tata letak IC pada rangkaian elektronik di dalam Pocket PC
  • Desain tata letak IC pada rangkaian elektronik di dalam Smartphone
Sumber :
Yudhitiya Dyah Sukmadewi SH., MH., MK Aspek Hukum Dalam Bisnis

12. MERK/TRADEMARK


Dasar Hukum UU No.15 Tahun 2001
Definisi :
Merek merupakan tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang/jasa.

Contoh Merk
Toshiba, Guess, Panasonic, Samsung, Nokia, Polo, Bank Mandiri, Garuda Indonesia, Lion Air, PERSIB, PERSIJA, Alexander Christie, Nevada, Toyota, Lexus, Sony, Tupperware, Unilever, KFC, Pizza Hut, RS Hermina, Gramedia dll.

Hak Merek
Hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu untuk menggunakan merek tersebut atau memberikan ijin untuk menggunakannya kepada orang lain.

Fungsi Merk
  1. Sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang sejenis
  2. Sebagai alat promosi atas hasil produksi suatu perusahaan (melalui periklanan/pemasaran)
  3. Sebagai jaminan atas mutu barang (reputasi kualitas)
  4. Sebagai jaminan asal barang yang diproduksi
  5. Menunjukkan adanya hak kepemilikan atas merek

Jenis Merk

1. Merek Dagang
Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan seseorang/beberapa orang untuk membedakan barang-barang sejenis lainnya
Contoh : Bolpoin (snowman,faster,standar,dll) 

2. Merek Jasa
Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan secara bersama-sama/badan hukum untuk membedakan jasa-jasa sejenis lainnya
Contoh : Jasa Pengiriman (Tiki, JNE, DHL,dll)

3. Merek Kolektif
Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama dengan diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa lain yang sejenis
Contoh : Big Cola dengan Coca Cola, Pop Ice dengan Top Ice

Perlindungan Hukum Merek
Sistem konstitutif :
Hak atas merek dapat diperoleh apabila dilakukan pendaftaran

Sistem deklaratif:
Hak atas merek dapat diperoleh kaarena yang pertama mendeklarasikan mereknya/menggunakan pemakaian mereknya walaupun belum terdaftar

Sistem pendaftaran merek di Indonesia adalah sistem konstitutif, karena :
  1. Sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum (hak atas merek terdaftar dalam Daftar Umum Merek)
  2. Sistem deklaratif kurang kepastian hukum, karena sulit menentukan ukuran (pembuktian riil) pertama kali yang menggunakan merek yang bersangkutan

Tata Cara Pendaftaran Hak Atas Merek
      A. Permohonan secara Tertulis
  1. Pemohon mengisi permohonan pendaftaran merek
  2. Melampirkan surat kuasa (bila melalui kuasa)
  3. Identitas pemohon
  4. Identitas kuasa (bila melalui kuasa)
  5. Contoh merek yang diajukan/etiket
  6. Surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftaran adalah miliknya
  7. Bukti biaya permohonan merek yang telah ditentukan

      B. Pemeriksaan Substantif
Apabila pemeriksaan pendaftaran merek sudah memenuhi kelengkapan syarat pendaftaran.Pemeriksaan substantif meliputi :
  1. Pemeriksaan merek apakah dapat didaftarkan/tidak
  2. Pemeriksaan permintaan pendaftaran merek berdasarkan persamaan pada pokoknya/keseluruhannya dengan merek lain yang sudah terdaftar lebih dahulu
  3. Pemeriksaan permintaan pendaftaran merek berdasarkan persamaan pada pokoknya/keseluruhannya dengan merek lain yang sudah terkenal
  4. Mempunyai persamaan pada pokoknya/keseluruhan dengan indikasi geografis yang sudah dikenal

Objek yang tidak dapat didaftarkan sebagai Merek
  • Merek yang permohonannya diajukan atas dasar itikad tidak baik (kepemilikan merek tidak milik sendiri/meniru merek lain)
  • Merek yang bertentangan dengan undang-undang, moral dan ketertiban umum
  • Merek yang tidak memiliki daya pembeda
  • Tanda yang telah menjadi milik umum(sedap,laris,enak,dsb)

Masa Berlaku Perlindungan Hak atas Merek
Hak atas Merek memiliki jangka waktu 10 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 10 tahun (perpanjangan min.12 bulan sebelum batas waktu berakhir)

Pengalihan Merek=Pengalihan Hak Cipta=Pengalihan Paten
Dalam Hak atas Merek, pengalihan wajib dicatat dalam Daftar Umum Merek, diarsipkan oleh Kantor HKI dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek (pasal 40 (2) dan (4))

Sumber :
Yudhitiya Dyah Sukmadewi SH., MH., MK Aspek Hukum Dalam Bisnis

Selasa, 09 Juni 2015

11. HAK CIPTA (Copyrights)


Definisi :
Hak eksklusif bagi pencipta / pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku

Mengumumkan :
Pembacaan, penyiaran, pameran,penjualan, pengedaran/penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet/melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar/dilihat orang lain
Memperbanyak :
Penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama/tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen/temporer




Perlindungan Hak Cipta
  1. Ide yang telah berwujud dan asli (original)
  2. Hak cipta secara otomatis melekat setelah ciptaan diwujudkan
  3. Hak cipta melekat tanpa melalui pendaftaran (tidak wajib)
  4. Hak cipta dapat dicatatkan ke Direktorat Jendral HKI
  5. Hak Cipta = didapatkan secara otomatis tanpa pendaftaran
  6. Hak cipta didapatkan secara otomatis tanpa pendaftaran, namun ciptaan dapat dicatatkan ke Ditjen HKI untuk membuktikan kepemilikan atas ciptaan khususnya yang mempunyai nilai komersial/nilai yang cukup penting  
  7. Pentingnya Pencatatan Hak Cipta yaitu untuk Melindungi/memproteksi ciptaan
  8. Untuk lebih meyakinkan Hak ataskepemilikan ciptaan yang telah tercatat pada Ditjen HKI melalui Surat Pencatatan Ciptaan sebagai alat bukti di Pengadilan

Subjek Hak Cipta
Pencipta :
Seorang/beberapa orang secara bersama-sama yang dari inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk khas dan bersifat pribadi (Pasal 1 angka 2)

Pemegang Hak Cipta
Pemegang hak cipta yaitu pencipta sevagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut dari pihak tersebut (Pasal 1 angka 4)

Hak yang Melekat pada Hak Cipta
  1. Hak Moral (Moral Rights)
  2. Hak Ekonomi (Economic Rights)


1. Hak Moral (Moral Rights)
  • Hak-hak yang melindungi kepentingan pribadi si pencipta, berupa:
  • Dicantumkan nama pencipta dalam ciptaan/salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum
  • Larangan mengubah ciptaan(pemotongan,penggantian,dsb kecuali dengan persetujuan pencipta/ahli warisnya

“Meskipun hak cipta diserahkan/dialihkan kepada pihak lain, namun nama pencipta tetap harus dicantumkan dalam ciptaannya, dan pengubahan ciptaan hanya boleh dilakukan atas persetujuan pencipta”

Hak Ekonomi (Economic Rights)
Hak yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan (manfaat ekonomi) atas ciptaanya, berupa :
  • Hak reproduksi/penggandaanatas ciptaan (reproduction rights)
  • Hak adaptasi (adaptation rights)
  • Hak distribusi (distribution rights)
  • Hak pertunjukan (performance rights)

“pemilik hak cipta yang telah menyerahkan hak ciptanya maka telah terjadi pengalihan keseluruhan hak ekonomi yang dapat dieksploitasi dari suatu ciptaan yang dialihkan kepada penerima/pemegang hak”

Ciptaan yang dilindungi hak cipta :
  1. Buku, program komputer,pamflet, susunan perwajahan karya tulisan diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya
  2. Ceramah, kuliah, pidato/ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan
  3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
  4. Ciptaan lagu/musik dengan atau tanpa teks termasuk karawitan dan rekaman suara
  5. Drama,tari , pewayangan,pantomim
  6. Karya pertunjukan
  7. Karya siaran
  8. Seni rupa dalam segala bentuk seni lukis, gambar, seni ukir, kaligrafi,pahat, patung, karajinan tangan
  9. Arsitektur
  10. Peta
  11. Seni batik
  12. Fotografi
  13. Sinematografi
  14. Terjemahan,tafsir,saduran,bunga rampai dan karya lain dari hasil pengalihwujudan

Perlindungan hak cipta tidak diberikan pada :
  • Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara
  • Peraturan perundang-undangan
  • Pidato kenegaraan dan pidato pejabat pemerintah
  • Putusan pengadilan dan penetapan hakim
  • Keputusan badan arbitrase/keputusan badan sejenisnya
  • Lambang negara dan lagu kebangsaan
  • Berita (dari kantor berita,lembaga penyiaran/televisi dan surat kabar dengan menyebutkan sumber beritanya)

“terhadap ciptaan yang tidak dilindungi hak cipta sebagaimana disebutkan diatas, maka setiap orang boleh memperbanyak, mengumumkan, menyiarkan karena bukan merupakan pelanggaran hak cipta”

Masa berlaku Hak Cipta :
  • Masa berlaku hak cipta adalah seumur hidup pencipta ditambah 50tahun
  • Setelah masa berlaku habis,maka hak atas ciptaan dapat dinikmati oleh masyarakat secara bebas sebagai milik umum (public domain)

Pengalihan Hak Cipta :
Pewarisan
Proses pengalihan hak cipta terjadi apabila pencipta meninggal dunia, secara otomatis kepemilikan berpindah kepada keturunannya dalam garis lurus kebawah
Hibah
Pemilik hak cipta menghibahkan ciptaannya kepada pihak lain atas dasar perjanjian hibah (akta notaris/dibawah tangan)
Wasiat
Merupakan pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah meninggal dunia
Perjanjian lain yang tertulis
Perjanjian tertulis yang dibuat sesuai kesepakatan antara pemilik dengan pihak lain tentang ciptaan tertentu
Sebab lain berdasarkan peraturan perundang-undangan
Misal karena putusan pengadilan

Lisensi Hak Cipta
perjanjian dengan lisensi merupakan suatu izin yang diberikan kepada pihak lain dengan suatu perjanjian untukmenggunakan, memakai atau melaksanakan haknya dalam waktu tertentu dengan imbalan berupa royalti

Sumber :
Yudhitiya Dyah Sukmadewi SH., MH., MK Aspek Hukum Dalam Bisnis